sadar ternyata gw sudah menjadi pria dewasa yang bukan hayalin cewek di dalam mimpi yang seenak jidat lakuin gaya apa aja tapi bagaimana menyiapkan mental untuk naik kelas dalam hidup (bahasa gw vro) yaitu menikah. Permasalahanya banyak, bahkan yang bukan jadi masalah pun bisa jadi masalah, misal uang mas kawin, tanggal pernikahan, konsep pernikahan, sewa gedung, dll.
Berhubung background gw batak (am proud of it) coba untuk menelaah apa aja yang jadi masalah dalam kisah romance percintaan pemuda-pemudi batak ini, sebenarnya awal tulisan ini adalah bermula dari diskusi ringan di iringi tingkat emosi gas motor balap yang suka naik turun, mari kita mulai
SINAMOT
sinamot ini adalah semacam monster atau jelmaan mak lampir buat gw sebelum diskusi panjang sana dan sini dengan semua orang yang sudah sudah menikah, banyak yang pro banyak juga yang kontra alasan mereka beragam, seperti ada yang menikah cuman di pasu-pasu (berkati) bilang gak perlu pakai sinamot karena udah di saksikan Tuhan(Keren kalimat terakhir).
ada juga menikah itu harus pakai sinamot karena kita sebagai orang batak harus melestarikan kebudayaan itu sendiri biar nanti anak mu kalau nikah gak pala repot kali urusnya (keren orang batak tipikal memikirkan masa depan).
setiap jawaban yang gw dapatkan itu sama dengan mereka yang melakukan sinamot atau tidak, sudah tangkap maksudnya kalau belum begini kasih contohnya, anggap saja kau pendukung fanatik sama prabowo sementara tetangga mu fanatiknya jokowi, mungkin gak pada waktu pemilihan dulu kalian milih yang bukan fanatik kalian, sudah nangkap ! kalau belum nangkap makanya kurangi nonton bokep itu :v
definisi sinamot menurut kaskus secara umum bisa kau baca ini
Pihak perempuan sering ngeliat perjuangan calon hela(menantu pria)-nya dari diskusi marhata sinamot antar dua pihak keluarga.
Kalau diliat dia betul-betul berjuang untuk sang gadis, nanti juga diterima sinamotnya sesuai kemampuan. Lagian pihak perempuan jadi bisa melihat juga tingkat solidaritas keluarga pihak laki-laki karna sinamot ini ga selamanya murni uang si calon mempelai pria, tapi juga ada bantuan dari bapauda, bapatua, tulang, dsb.
Belum lagi tanggung jawab pihak perempuan jadi berat kalau ada sinamotnya. Kan malu kalau kita udah dikasih sinamot tapi ternyata setelah jadi istri dan parumaen(menantu perempuan) orang malah ga becus. Apa nanti kata keluarga besan?
Dan hasilnya bisa dilihat di sekitar kita, pasangan batak itu jarang ada yang bercerai. Bukan hanya karena susahnya perjuangan untuk menikah tapi juga karena susahnya untuk bercerai. Ketika ada masalah dalam rumah tangga mereka kelak, mulai dari keluarga, kerabat bahkan dalam keadaan tertentu tetua adat pun ikut mendamaikan.
Dan juga setelah menikah, karena telah terbiasa menabung dan kerja keras untuk mengumpulkan modal menikah jarang sekali orang batak yang bermalas-malasan menafkahi keluarganya. Dan juga rajin menabung untuk anaknya kelak.
Kami orang Batak, tidak mendapatkan pasangan kami hanya modal kolor dan janji tapi dengan perjuangan yang berat dan bantuan keluarga besar. Jadi, ambil positifnya aja
Ganaskan, jadi sekarang konsep sinamot itu bukan lagi seperti monster atau mak lampir yang seram tapi berubah jadi kitab suci yang harus di tempuh ribuan mil yang di setiap perjalanan ada halangan nya (tetap aja susah vro) tapi itu untuk memastikan pria batak(gw juga) punya usaha yang keras untuk mewujudkan beberapa varisi gaya maksudnya meminang pujaan hati kami tercinta,
Pernah gw denger dan baca cerita alani sinamot gabe dang mangoli halaki ini yang buat rusak susunan percintaan dan buat effect negative tentang sinamot itu sendiri,karena pihak parboru dang setuju molo sinamot otik alani holan sasada boru tinggi muse pendidikan na seperti merasa terhina and it's real bro not fake or legend to make you said, really !
coba ubah posisi karena gw adalah tipikal open minded yang mencoba untuk melihat dari berbagi posisi,anggap gw punya boru cantik, sexy, pendidikan tinggi, pintar, kerjaan mantap dan tiba-tiba ada anak muda sok tegar, ganteng juga enggak, kerjaan masih belum jelas kek mukanya ngasih sinamot kecil buat nikahin boru gw dan berharap i said "yes", what the fuck !
gw setuju dengan Quote "Batak itu gede gengsinya" well don't far to analysis tapi masalah harga diri bukan tentang kerjaan jadi supir, tambal ban bahkan copet pun kita lakukan :v
ini masalahnya itu tentang sinamot, karena sinamot itu besar secara langsung harga diri pihak parboru terangkat dan gw yakin bakal ada omongan seperti ini
"oh boru sidauruk balga sinamotna, ah unga las roha ni bapa na"
see there is an appreciation dari orang sekitar tapi kek mana kalau sinamot nya kecil, yakin gw yakin bakal ada omongan seperti ini
"oh boru sidauruk otik do sinamotna, ah percuma do kuliah, dll"
terus kalau gak ada sinamot, gw yakin omongan ini pasti ada
"oh boru sidauruk mangoli hape dang adong sinamotna, batak dang maradat dei"
timbul pertanyaan,
- Apa yang tentukan harga sinamot ?
- Apakah sinamot menjadi parameter kebahagiaan dalam rumah tangga sehingga menjadi titik paling krusial dalam pernikahan ?
- Sinamot apa kah bisa di tawar ?
- apakah bisa sinamot di pending karena udah gak tahan pengen praktek gaya kuda terbang ?
dan jawaban hasil dari selancar di goolge dan merenung
- sinamot itu di tentukan dari pendidikan boru, kerjaan, boru sasada
- elas bukan, kebahagian itu tergantung pasangan masing-masing menjaga api cinta (cielah bahasa gw) tetap menyala, sinamot hanya sebuah tradisi yang harus di turunkan ke generasi muda yang ingin menikah, bukan buat gede-gedean gengsi tapi menunjukkan seberapa besar perjuangan mu untuk mendapatkan pujaan hati atau kasarnya di bilang biar gak bisa macam-macam terus cerai kalian (nasihat bapak terakhir yang gw denger)
- Bisa, jumlah sinamot bukan harga mati, di dalam adat batak ada istilah parhata disini tugas nya saling diplomasi masalah angka sinamot tersebut.
- bisa di pending asal tetap di laksanankan.
yang menjadi concern gw dalam tulisan ini adalah understanding masing-masing pihak parboru dohot paranak,
- kalau pihak paranak di lihat sanggup menyanggupi sinamot tapi menawar jauh dari harga awal itu kurang ajar namanya
- kalau pihak parboru tahu kondisi paranak dan tidak mau menurunkan harga sinamot dengan alasan gengsi then go to the hell
- kalau kedua belah pihak memang sama-sama menyutujui angka sinamot itu bagus seperti ada istilah godang pe hurang alai otik pe cukkup
- kalau kedua belah pihak lebih concern ke kehidupan setelah menikah ketimbang wasting money di sinamot itu juga lebih bagus
apa pun alasan setiap orang perlu diapresiasikan tidak perlu di judge or trying to be fix with you stupid idea, yang menjadi titik focus nya adalah bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga tersebut apa kah bahagia atau gak,
Thanks for you time, kalau di rasa bermanfaat silahkan di share, ada yang perlu di diskusikan silahkan lempar ke kolom komentar,